Harus diakui memang “NGAJI” menjadi salah satu jalan ketenangan bagi anak muda yang mengalami distraksi tuntutan “ZAMAN” dan tuntutan “MERTUA”

Opini
Spread the love

Sebagai seorang Gen Z, saya merasa tersentil ketika melihat anak-anak pondok seusia saya masih fokus dengan kegiatannya yang dipenuhi dengan NGAJI, tanpa terbebani oleh informasi-informasi dan tuntutan bagaimana bisa sukses di usia muda. Hampir setiap harinya membuat saya berpikir, kenapa bisa setenang itu. Bagaimana bisa?

Seringkali kita sebagai seorang Gen Z membatasi diri dari lingkungan orang-orang yang “hidupnya hanya untuk mengaji, kapan bisa berfikir tentang sukses semuda mungkin” padahal bisa saja anggapan seperti itu tidak ada, kita hanya terdistraksi oleh informasi-informasi yang seharusnya kita tidak terbawa arus olehnya. Kita bisa saja menjalani dengan semestinya tidak dengan meninggalkan suatu kewajiban yang seharusnya tidak ditinggalkan sebagai seorang muslim.

Kewajiban dalam hidup seseorang itu sebisa mungkin tidak meninggalkan kewajiban dalam mencari ilmu agama, karena tholabul ilmi bukan soal yang penting mencari ilmu apa saja, namun mengetahui mana ilmu yang didahulukan dan tidak ditinggalkan. Dalam kaitannya seseorang yang sering mengalami distraksi itu menganggap dengan ilmu pengetahuan (sains) bisa menentukan masa depannya menjadi tenang dan hidup dengan sejahtera, mungkin saja tidak.

Apakah dengan adanya pernyataan tholabul ilmi minal mahmdi ilal RABI, ilal BUJANGI, ilal TUWEK I, menganggap bahwa itu sesuatu yang penting dan sudah merasa cukup untuk mencari ilmu agama? atau bahkan karena sudah besar sudah seharusnya focus untuk menata masa depan dengan mencari uang sebanyak-banyaknya, agar hidup semakin jelas kedepannya? Tidak juga.

Anggapan bahwa apakah sudah besar itu sudah tidak pantas lagi untuk NGAJI?  “Ngaji sudah cukup di waktu kecil saja, saatnya hari ini berproses untuk menjadikan diri sebagai sesuatu yang dipandang orang sebagai anak muda yang sukses dunia dan akhirat”. WIHHHHH … Ditambah lagi dengan menjadi pilihan mertua. Wkwkkw

Jangankan memahami ilmu agama, ingin bermanfaat ke masyarakat pun tidak ada. Seolah tujuan kedepan adalah sukses.

Tidak sedikit Gen Z mengalami distraksi dalam berbagai hal dalam teknologi, relasi, dan cita-cita, seolah-olah terjadi ketimpangan dalam sistem hari ini. Menyalahkan dan menganggap sulit untuk mengatasinya sehingga merasa mendapat cobaan paling berat sebagai anak muda yang sedang BERJUANG.

Pentingnya tholabul ilmi AGAMA dalam menentukan arah kehidupan

Mungkin banyak yang menilai bahwa kehidupan social memang jauh lebih sulit dari yang kita bayangkan. Namun, persoalannya bukan tentang kehidupan  social / interaksi kita dengan orang lain atau orang lain ke kita, melainkan kita dapat memahami cara hidup bermasyarakat yang baik.

Misalnya, kita memiliki cita-cita ingin sukses di usia muda, dengan sukses orang-orang yang melihatnya akan bangga atas pencapaiannya dan menjadi representasi anak-anak muda yang lainnya. Di sisi lain memang benar.

Tapi kita melupakan hidup layaknya sebagai seorang muslim yang memiliki tuntutan akan mencari ilmu agama yang tidak ada batasannya, “tholabul ilmi minal Mahdi ilalahdi”.

Ditambah lagi dengan pernyataan bahwa kewajiban dalam mencari ilmu itu ketika diniatkan tidak dengan meninggalkan ilmu agama namun beriringan dengan mencari ilmu yang lainya (sains), akan menjadi ketenangan dalam melangkah menggapai cita-cita kedepan.

Sehingga tidak mengalami perubahan pada sesuatu yang tidak terelakkan, namun bagaimana cara controlnya, masing-masing individu yang menjalaninya.

Dalam hal ini, NGAJI (mencari ilmu agama) adalah langkah tetap istiqomahnya kita dalam berbagai keinginan dan cita-cita kedepan.

…….

Bukan soal DISTRAKSI melainkan KEWAJIBAN

Pada kegiatan rutinan mengaji setiap  malam selasa, rabu dan malam jumat yang diisi oleh mayoritas remaja, hingga orang-orang tua yang dari latar belakang pondok, masih mondok dan sama sekali tidak mondok, semua berkumpul untuk mengaji dengan niat ada  yang memang benar-benar mencari ilmu dan sanad, ada yang memanfaatkan diusia yang lanjut, diisi dengan kegiatan-kegiatan keagamaan, dan bahkan ada juga yang hanya untuk pantas-pantas bisa sama seperti santri umumnya dan dapat pasangan santri, apalagi hafidzoh, Masya Allah…

Apapun niatnya itu tidak menjadi penting untuk kita yang tidak punya latar belakang pondokan, yang seharusnya bagaimana pentingnya bisa NGAJI dan NGAJI. Karena selepas itu kita tidak lagi fokus mutholaah/sinau kitab namun memikirkan kembali bagaimana terus menggapai cita-cita.

Bahkan seringkali kita khawatir akan ketidakcapaian menjadi sebab kegagalan yang selama ini di perjuangkan mati-matian.

Ada ungkapan yang menyatakan “jangan terlalu mengejar mati-matian sesuatu yang sudah dipastikan oleh nya (ALLAH), dan itu pasti”.

Hari ini kita dihadapkan oleh banyaknya informasi-informasi yang menganggap sesuatu yang penting itu bagaimana kita dapat menjadi bagian dari sebuah lembaga keagamaan  yang mengatasnamakan peduli masyarakat namun terjadi kesenjangan didalamnya.

Semua itu terjadi karena kita (Gen Z) membatasi pada ranah Tholabul Ilmi Agama, sehingga Harus diakui memang “NGAJI” menjadi salah jalan ketenangan bagi anak muda yang mengalami distraksi tuntutan “ZAMAN” dan tuntutan MERTUA.

Mudah-mudahan kita semua selalu istiqomah terus mengaji apapun kondisinya dan dimana pun kita berada. Amiiin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *